Kekerasan adalah setiap perbuatan dengan atau tanpa menggunakan kekuatan fisik yang menimbulkan bahaya bagi badan atau nyawa, mengakibatkan penderitaan fisik, seksual, atau psikologis, dan merampas kemerdekaan, termasuk menjadikan orang pingsan atau tidak berdaya.
BENTUK-BENTUK KEKERASAN
Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan dengan kontak fisik yang dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat bantu.
Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis merupakan setiap perbuatan nonfisik yang dilakukan bertujuan untuk merendahkan, menghina, menakuti, dan/atau membuat perasaan tidak nyaman.
Perundungan
Perundungan merupakan pola perilaku berupa Kekerasan fisik dan/atau Kekerasan psikis yang dilakukan secara berulang dan adanya ketimpangan relasi kuasa.
Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual merupakan setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat pada penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk menghilangkan kesempatan melaksanakan pendidikan dan pekerjaan dengan aman dan optimal.
Diskriminasi dan Intoleransi
Diskriminasi dan intoleransi merupakan setiap perbuatan Kekerasan dalam bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan suku/etnis, agama, kepercayaan, ras, warna kulit, usia, status sosial ekonomi, kebangsaan, afiliasi, ideologi, jenis kelamin, dan/atau kemampuan intelektual, mental, sensorik, serta fisik.
Kebijakan yang mengandung Kekerasan
Kebijakan yang mengandung kekerasan adalah kebijakan yang berpotensi menyebabkan kekerasan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
CONTOH KEKERASAN BERDASARKAN BENTUKNYA
- Tawuran;
- Penganiayaan;
- Perkelahian;
- Eksploitasi ekonomi melalui kerja paksa untuk memberikan keuntungan ekonomi bagi Pelaku;
- Pembunuhan; dan/atau
- Perbuatan lain yang dinyatakan sebagai Kekerasan fisik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pengucilan;
- Penolakan;
- Pengabaian;
- Penghinaan;
- Penyebaran rumor;
- Panggilan yang mengejek;
- Intimidasi;
- Teror;
- Perbuatan mempermalukan di depan umum;
- Pemerasan; dan/atau
- Perbuatan lain yang dinyatakan sebagai Kekerasan psikis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Memukul, menendang, atau mendorong seseorang;
- Merusak barang milik orang lain dengan sengaja;
- Menghina atau memanggil seseorang dengan julukan yang merendahkan;
- Menyebarkan rumor atau gosip yang tidak benar tentang seseorang;
- Mengintimidasi atau menakut-nakuti seseorang dengan ancaman fisik atau verbal;
- Mengucilkan seseorang dari kelompok atau kegiatan; dan/atau
- Perbuatan lain yang dinyatakan sebagai Perundungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Penyampaian ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender Korban;
- Perbuatan memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja tanpa persetujuan Korban;
- Penyampaian ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual;
- Pengiriman pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada Korban meskipun sudah dilarang Korban;
- Perbuatan mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
- Perbuatan mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi;
- Perbuatan membujuk, menjanjikan, atau menawarkan sesuatu kepada Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui Korban;
- Perbuatan memegang, menyentuh, memeluk, mengusap, mencium, meraba, dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban;
- Perbuatan lain yang dinyatakan sebagai Kekerasan seksual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Larangan atau Pemaksaan;
- Memberikan perlakuan khusus kepada calon pemimpin/pengurus organisasi berdasarkan latar belakang identitas tertentu di Perguruan Tinggi;
- Perbuatan mengurangi, menghalangi, atau tidak memberikan hak atau kebutuhan mahasiswa;
- Perbuatan mengurangi, menghalangi, atau membedakan hak dan/atau kewajiban dosen atau tenaga kependidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
- Perbuatan diskriminasi dan intoleransi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kebijakan tertulis meliputi:
- Surat keputusan;
- Surat edaran;
- Nota dinas;
- Pedoman; dan/atau
- Bentuk kebijakan tertulis lainnya.
Kebijakan tidak tertulis meliputi:
- Imbauan;
- Instruksi; dan/atau
- Bentuk tindakan lainnya.
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan Perguruan Tinggi meliputi:
Penguatan Tata Kelola
Perguruan Tinggi
Perguruan Tinggi harus:
- Menyusun dan menjalankan kebijakan serta pedoman pencegahan dan penanganan kekerasan;
- Merencanakan program pencegahan dan menyediakan pendanaan;
- Membentuk dan memfasilitasi Satuan Tugas;
- Memastikan kerja sama dengan mitra dalam Tridharma, mendampingi dan melindungi korban atau saksi kekerasan;
- Bekerja sama dengan instansi terkait dan mengenakan sanksi administratif pada pelaku;
- Melakukan pemantauan dan evaluasi berkala serta melaporkan hasilnya ke Kementerian.
Pedoman Pencegahan Kekerasan:
- Pembatasan interaksi di luar jam dan area kampus;
- Panduan komunikasi antar warga kampus;
- Pakta integritas untuk tidak melakukan kekerasan; dan
- Pedoman kerja sama dengan mitra yang mendukung pencegahan dan penanganan kekerasan.
Pedoman Penanganan Kekerasan:
- Tata cara pelaporan, tindak lanjut, pemeriksaan, dan rekomendasi;
- Pemenuhan kebutuhan pendampingan dan perlindungan korban atau saksi.
Kementrian
Kementerian mendukung pencegahan dan penanganan kekerasan melalui langkah-langkah berikut:
- Menyusun kebijakan, standar prosedur, pedoman, modul, dan program terkait;
- Menyelenggarakan pelatihan dan seleksi anggota Satuan Tugas;
- Membangun kerja sama dengan pemangku kepentingan dalam pelaksanaan Tridharma yang berkomitmen mencegah kekerasan;
- Mengalokasikan anggaran pencegahan dan penanganan kekerasan;
- Menangani kasus kekerasan di bawah kewenangan kementerian serta memberikan sanksi administratif kepada pelaku;
- Berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga lain untuk pencegahan kekerasan di perguruan tinggi;
- Melakukan pemantauan dan evaluasi berkala terhadap kebijakan yang dijalankan di lingkungan perguruan tinggi.
Edukasi
Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi melakukan edukasi dengan:
- Mensosialisasikan kebijakan dan program pencegahan kekerasan secara rutin;
- Mempromosikan budaya anti-kekerasan, inklusivitas, kesetaraan gender, dan kolaborasi dalam Tridharma;
- Menyelenggarakan pelatihan pencegahan dan penanganan kekerasan.
Kementrian
Kementerian melakukan edukasi melalui:
- Sosialisasi rutin kebijakan, prosedur, dan program pencegahan kekerasan kepada perguruan tinggi dan pemangku kepentingan lainnya, minimal sekali setahun dengan melibatkan masyarakat;
- Pelatihan pencegahan kekerasan untuk warga kampus, pemimpin perguruan tinggi, dan Satuan Tugas.
Penyediaan Sarana dan Prasarana
Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi menyediakan fasilitas untuk mendukung pencegahan dan penanganan kekerasan, meliputi:
- Kanal pelaporan dan ruang pemeriksaan;
- Komunikasi dan edukasi anti-kekerasan, termasuk layanan pelaporan dan pesan anti-kekerasan;
- Akomodasi bagi penyandang disabilitas;
- Fasilitas aman dan nyaman, seperti bangunan, toilet, kantin, dan ruang publik lainnya.
Kementrian
Kementerian menyediakan:
- Sistem informasi untuk pengelolaan data penanganan kekerasan di perguruan tinggi;
- Kanal pelaporan kasus kekerasan di lingkungan perguruan tinggi, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Satuan Tugas Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan
Satuan Tugas hadir sebagai wujud perlindungan dan pelayanan, berfokus pada pencegahan, penanganan, serta pemulihan yang efektif bagi korban dan saksi kekerasan.
Penanganan Kekerasan oleh Perguruan Tinggi
- Pelaksana: Satuan Tugas Perguruan Tinggi yang menangani kasus kekerasan yang dilakukan oleh individu selain pemimpin perguruan tinggi.
- Langkah Penanganan: Meliputi pelaporan, tindak lanjut laporan, pemeriksaan kasus, penyusunan kesimpulan dan rekomendasi, serta tindak lanjut berdasarkan hasil pemeriksaan.
Penanganan Kekerasan oleh Kementerian
- Pelaksana: Inspektorat Jenderal yang menangani kasus kekerasan yang melibatkan pemimpin perguruan tinggi.
- Langkah Penanganan: Kementerian akan melakukan penanganan dalam kasus yang terkait dengan pemimpin kampus.
Koordinasi Antar Lembaga
Dalam kasus yang melibatkan lebih dari satu perguruan tinggi atau terjadi di luar kampus, Satuan Tugas yang menerima laporan akan berkoordinasi dengan Satuan Tugas perguruan tinggi asal korban
TAHAPAN PENANGANAN
Pelaporan
Individu yang mengalami atau menyaksikan kekerasan dapat melaporkannya kepada Satuan Tugas, Perguruan Tinggi, atau Inspektorat Jenderal. Pelaporan dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung melalui saluran seperti surat, telepon, email, dan aplikasi pesan.
Isi Laporan: Minimal mencakup informasi tentang pelapor dan terlapor, waktu dan lokasi kejadian, serta deskripsi dugaan kekerasan. Laporan tidak perlu disertai bukti awal dan akan diberikan tanda terima kepada pelapor.
Tindak Lanjut Pelaporan
Tujuan: Untuk memastikan laporan kekerasan segera dianalisis dan tindak lanjut awal dilakukan.
Penelaahan Materi: Dilakukan dalam waktu tiga hari sejak laporan diterima. Tahap ini mencakup identifikasi terlapor, korban, saksi, jenis kekerasan, kronologi kejadian, serta dokumen atau bukti tambahan jika ada.
Rencana Tindak Lanjut Pemeriksaan: Setelah penelaahan materi, Satuan Tugas menyusun rencana pemeriksaan yang melibatkan pelapor, korban, saksi, terlapor, dan ahli atau pendamping. Termasuk juga perencanaan pendampingan dan perlindungan bagi korban dan saksi yang membutuhkan.
Pemeriksaan
Pemeriksaan ini dilakukan secara tertutup untuk menjaga privasi dan mengumpulkan keterangan dari semua pihak yang terkait.
Prosedur: Jika terlapor tidak menghadiri pemeriksaan setelah tiga kali panggilan, pemeriksaan akan tetap dilanjutkan tanpa kehadiran terlapor.
Penyusunan Kesimpulan dan Rekomendasi
Berdasarkan hasil pemeriksaan, Satuan Tugas akan merumuskan kesimpulan yang menentukan apakah dugaan kekerasan terbukti atau tidak.
Rekomendasi: Jika terbukti, rekomendasi dapat mencakup sanksi administratif bagi terlapor; jika tidak terbukti, maka ada rekomendasi pemulihan nama baik terlapor.
Tindak Lanjut Kesimpulan dan Rekomendasi
Hasil rekomendasi akan ditindaklanjuti oleh pimpinan perguruan tinggi atau badan terkait dalam waktu lima hari setelah kesimpulan diberikan. Keputusan ini dapat mencakup pemberian sanksi atau tindakan pemulihan bagi korban dan saksi jika diperlukan.
SANKSI ADMINISTRATIF
- Ringan
- Sedang
- Berat
Dosen dan Tenaga Kependidikan Non-ASN
Teguran tertulis atau kewajiban untuk meminta maaf secara tertulis kepada korban. Sanksi ini bertujuan agar pelaku mengakui perbuatannya dan mengambil langkah untuk memperbaiki hubungan dengan korban.
Mahasiswa
Teguran tertulis atau permintaan maaf tertulis dari pelaku kepada korban. Dengan ini, pelaku mahasiswa diberi kesempatan untuk memahami dampak perbuatannya dan menunjukkan itikad baik melalui permintaan maaf.
Mitra Perguruan Tinggi
Teguran tertulis atau kewajiban meminta maaf secara tertulis kepada korban dan perguruan tinggi. Sanksi ini ditujukan agar mitra perguruan tinggi memahami dampak negatif yang ditimbulkannya pada komunitas kampus.
Pemimpin Perguruan Tinggi Non-ASN
Teguran tertulis atau permintaan maaf tertulis kepada korban. Hal ini menggarisbawahi pentingnya tanggung jawab kepemimpinan untuk menjaga etika dan integritas di lingkungan kampus.
Dosen dan Tenaga Kependidikan Non-ASN
Penurunan jenjang jabatan akademik atau fungsional selama 12 bulan. Ini diberikan untuk pelanggaran yang lebih serius, dengan tujuan menahan akses pada posisi tertentu sebagai bentuk koreksi.
Mahasiswa
Sanksi dapat berupa penundaan hak akademik seperti penundaan perkuliahan, pencabutan beasiswa, atau pengurangan hak lain yang terkait. Tujuannya adalah untuk memberikan efek jera dan menegaskan bahwa pelanggaran serius memiliki dampak nyata pada status akademik.
Mitra Perguruan Tinggi
Penghentian sementara kerja sama dengan perguruan tinggi. Ini menjadi peringatan bagi mitra yang melanggar agar mematuhi standar etika kampus, dengan harapan adanya perbaikan perilaku sebelum kerja sama dilanjutkan.
Pemimpin Perguruan Tinggi Non-ASN
Penurunan jenjang jabatan akademik selama 12 bulan sebagai bentuk hukuman atas pelanggaran serius dan sebagai upaya menjaga kualitas kepemimpinan kampus.
Dosen dan Tenaga Kependidikan Non-ASN
Pemberhentian tetap dari posisi sebagai dosen atau tenaga kependidikan, diikuti dengan penonaktifan nomor unik di sistem Kementerian. Sanksi ini diberikan untuk pelanggaran yang dianggap sangat serius, yang mengancam keselamatan dan ketertiban kampus secara mendasar.
Mahasiswa
Pemberhentian tetap dari status mahasiswa. Ini mencerminkan tindakan yang melampaui batas toleransi perguruan tinggi, di mana pelaku tidak lagi diperkenankan melanjutkan studi di kampus tersebut.
Mitra Perguruan Tinggi
Pemutusan kerja sama secara permanen. Jika mitra terbukti melakukan pelanggaran berat yang mengganggu atau merusak tatanan kampus, maka kerja sama dihentikan sepenuhnya.
Pemimpin Perguruan Tinggi Non-ASN
Pemberhentian tetap sebagai pemimpin perguruan tinggi. Ini untuk memastikan bahwa lingkungan kampus tetap aman dan profesional serta untuk melindungi reputasi institusi dari perilaku yang tidak bertanggung jawab.
UPAYA KEBERATAN
Korban atau pelaku dapat mengajukan upaya keberatan jika merasa keputusan yang diberikan tidak adil
Proses Pengajuan Keberatan
Pengajuan Keberatan: Korban atau pelaku yang merasa keberatan terhadap keputusan yang dibuat oleh pemimpin perguruan tinggi atau badan penyelenggara perguruan tinggi dapat mengajukan keberatan kepada Inspektorat Jenderal atau Menteri, tergantung pada pihak yang mengeluarkan keputusan awal.
Batas Waktu: Keberatan harus diajukan paling lambat 14 hari setelah keputusan diterima.
Tim Pemeriksa Keberatan: Menteri membentuk tim yang terdiri dari perwakilan Inspektorat Jenderal dan unit terkait di Kementerian untuk menangani keberatan.
Tahapan Penanganan Keberatan
Penerimaan Laporan: Laporan keberatan diterima melalui kanal pelaporan yang disediakan Kementerian dan diakui dengan tanda terima.
Pemeriksaan: Tim pemeriksa menelaah materi keberatan, mencakup keputusan yang diterbitkan, laporan sebelumnya, dan dokumen pendukung. Tim juga dapat meminta keterangan dari pihak terkait.
Penyusunan Hasil Pemeriksaan: Hasil pemeriksaan harus diselesaikan dalam waktu 60 hari sejak laporan diterima, dan hasil akhirnya dapat berupa diterima atau ditolaknya keberatan.
Penetapan Putusan: Inspektorat Jenderal atau Menteri menetapkan putusan final dalam waktu 5 hari setelah pemeriksaan selesai.
Tindak Lanjut: Putusan disampaikan kepada korban atau pelaku serta perguruan tinggi, dan perguruan tinggi wajib menindaklanjuti putusan ini.
Layanan Pemulihan
Perguruan tinggi harus menyediakan layanan pemulihan bagi korban atau saksi kekerasan, baik menggunakan layanan yang dimiliki kampus, pemerintah daerah, kementerian atau lembaga terkait, serta masyarakat.
Pemulihan dapat diberikan segera setelah laporan diterima oleh Satuan Tugas atau Inspektorat Jenderal.
Bentuk Layanan Pemulihan
Pemulihan yang diberikan dapat meliputi berbagai bentuk, seperti:
- Tindakan medis untuk menangani dampak fisik,
- Terapi fisik untuk pemulihan kondisi tubuh,
- Terapi psikologis untuk mendukung kesehatan mental,
- Bimbingan sosial untuk membantu korban kembali ke lingkungan sosial,
- Bimbingan rohani yang dapat membantu dalam aspek spiritual.
Pemulihan dapat melibatkan berbagai tenaga ahli sesuai dengan kebutuhan korban atau saksi, termasuk:
Tenaga Medis dan Kesehatan
Konselor atau Psikolog
Tokoh Masyarakat atau Pemuka Agama
Pendamping lain yang relevan
Pemulihan diberikan berdasarkan rekomendasi yang disusun oleh Satuan Tugas atau Inspektorat Jenderal dan harus mendapatkan persetujuan dari korban atau saksi yang bersangkutan
Pemulihan Khusus untuk Korban atau Saksi Anak
Jika korban atau saksi berusia anak, perguruan tinggi harus melibatkan perangkat daerah setempat yang bertugas melindungi anak serta memberikan layanan pendampingan dan perlindungan tambahan bagi anak tersebut.
PERLINDUNGAN SELAMA MASA PEMULIHAN
Selama masa pemulihan, perguruan tinggi harus menjamin bahwa:
1. Mahasiswa korban atau saksi tetap memiliki hak pendidikan tanpa dianggap cuti atau kehilangan masa studi,
2. Dosen atau tenaga kependidikan korban atau saksi tetap memperoleh hak-haknya,
3. Mahasiswa yang mengalami ketertinggalan akademik akibat kekerasan mendapatkan bimbingan akademik tambahan dari dosen.
Korban dan Pelapor
- Mendapat informasi tahapan penanganan.
- Perlindungan identitas dan dari ancaman.
- Jaminan akses pendidikan dan pekerjaan.
- Layanan pendampingan dan pemulihan.
Saksi
- Perlindungan identitas dan dari ancaman.
- Jaminan akses pendidikan dan pekerjaan.
- Layanan pendampingan dan pemulihan.
Terlapor
- Informasi tentang proses penanganan.
- Perlindungan identitas.
- Layanan pendampingan khusus jika disabilitas.
- Pemulihan nama baik jika tidak terbukti.
Hak disabilitas harus dipenuhi dengan memperhatikan kebutuhan khusus, bekerja sama dengan pihak internal atau eksternal jika diperlukan.
Apa yang perlu dilakukan oleh masyarakat untuk dapat ikut aktif dalam pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan perguruan tinggi?
Masyarakat memiliki peran penting dalam mendorong pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan perguruan tinggi. Partisipasi ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, di antaranya:
- Penyebarluasan Informasi: Masyarakat diharapkan aktif menyebarluaskan materi serta informasi terkait upaya pencegahan dan penanganan kekerasan.
- Keterlibatan dalam Program: Berpartisipasi dalam program atau kegiatan yang bertujuan mencegah kekerasan di perguruan tinggi.
- Pelaporan Kasus: Masyarakat dapat melaporkan kasus kekerasan yang diketahui kepada Satuan Tugas atau pihak perguruan tinggi terkait.
- Dukungan untuk Korban: Mendukung upaya pemenuhan hak serta pelindungan dan pemulihan bagi korban, saksi, dan pelapor.
- Bentuk Partisipasi Lainnya: Bentuk-bentuk partisipasi lain yang dapat membantu pelaksanaan pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan kampus.
Langkah-langkah partisipasi masyarakat ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, bebas dari kekerasan, serta mendukung budaya anti kekerasan di perguruan tinggi.
Tanggung Jawab Perguruan Tinggi dan Kementerian
- Perguruan tinggi dan kementerian bertanggung jawab untuk mengelola data penanganan kekerasan di lingkungan kampus.
- Data yang dikumpulkan setidaknya dipilah berdasarkan jenis kelamin dan status disabilitas.
Tujuan Pengelolaan Data
- Menghasilkan data yang akurat dan terintegrasi dalam sistem informasi.
- Mendukung proses pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan pencegahan serta penanganan kekerasan.
Perlindungan Data Pribadi
- Semua pengelolaan data wajib mematuhi aturan tentang perlindungan data pribadi, memastikan kerahasiaan dan keamanan informasi.
Sistem Informasi Terintegrasi
- Perguruan tinggi dapat menggunakan sistem informasi yang selaras dengan sistem informasi milik kementerian untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi data.
Pengelolaan data yang baik tidak hanya membantu mengidentifikasi pola kekerasan, tetapi juga meningkatkan langkah-langkah preventif dan korektif yang dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan kampus yang aman dan inklusif.
Penghargaan
Menteri dapat memberikan penghargaan kepada berbagai pihak seperti Perguruan Tinggi, Satuan Tugas, Warga Kampus, atau masyarakat yang telah berperan dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan perguruan tinggi. Penghargaan ini bertujuan untuk mendorong peran aktif dan kontribusi positif dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan bebas dari kekerasan.
Pendanaan
Pendanaan kegiatan pencegahan dan penanganan kekerasan di perguruan tinggi dapat berasal dari berbagai sumber:
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
- Anggaran Perguruan Tinggi
- Sumber sah lainnya yang tidak mengikat
Perguruan tinggi diharapkan mengalokasikan dana yang mencakup:
- Operasional kegiatan Satuan Tugas,
- Honorarium untuk anggota Satuan Tugas,
- Kegiatan kolaboratif dengan pihak terkait.